PENGABDI SETAN (2017)


Dalam satu dekade belakangan jika kita menyebut kata "horor" untuk film keluaran tanah air tak ada yang memuaskan, semua dengan jelas mengatakan jika film Indonesia payah, buruk, dan sebagainya. Namun kali ini para penikmat dilm di buat menjadi terpecah, satu kubu mengatakan bagus, satu lagi mengatakan tak lebih baik dari pendahulunya. Semua polemik tersebut di karenakan film Pengabdi Setan.

Film Pengabdi Setan sejatinya merupakan barang lama, namun baru kesampaian di buat remake sekarang lantaran Joko Anwar harus menunggu selama 10 tahun demi mendapatkan izin dari Rapi Films selaku pemilik hak siar film tersebut. Penantian tersebut berakhir dengan manis kala banyak masyarakat mengelu-elukan Pengabdi Setan sebagai sebuah sajian horor terbaik sepanjang masa dari Indonesia. Tentunya anggapan tersebut bukan hiperbolis mengingat apa yang telah saya saksikan sendiri.

Tak seperti rilisan lawas yang sekonyong-konyongnya memberikan teror kepada penonton, Pengabdi Setan versi Joko mempersilahkan kita untuk menengok sejenak kondisi ibu (Ayu Laksmi) sebelum pergi selamanya. Ibu mengidap penyakit misterius selama bertahun-tahun hingga memaksanya tuk tetap berbaring di ranjang sepanjang hari. Alat komunikasi dengan keluarga mulai dari bapak (Bront Paralae), Nenek (Elly D. Luthan), Rini (Tara Basro), Tony (Endy Arfian), Bondi (Nazar Annuz), dan Ian (Adhiat Abdulkhadir) hanya sebuah lonceng kuningan, itu pun hanya untuk minta di suapi dan sekedar minta di sisir. Tak ada pembicaraan yang tercipta lantaran Ibu sudah tak dapat berbicara hingga lambat laun jarak antara mereka pun tercipta. Anak-anaknya merasa ngeri tuk mendekat terlebih sang ibu kerap memberi tatapan mengerikan. Tak lama kemudian sang Ibu berpulang pada yang kuasa untuk selamanya. Anggota keluarga yang tersisa menganggap bahwa ini merupakan saat yang tepat untuk memulai lembaran baru. Namun siapa sangka jika sang Ibu sekali lagi kembali dengan membawa petaka bagi mereka.


Bagi para penikmat film tentu akan timbul pertanyaan dalam benak sebelum menyaksikan Pengabdi Setan rekaan Joko Anwar, "apakah versi kali ini lebih bagus dari versi sebelumnya , atau setidaknya menyamai versi terdahulu?" jawaban untuk pertanyaan tetsebut sejak awal sudah mulai terlihat. Selain tata artistik yang amat Joko perhatikan seperti biasa, kita di perlihatkan tokoh ibu sejenak guna menyiratkan poin kunci alur dan penegasan tone. Selebihnya penjabaran kondisi tiap anggota keluarga; penyakit ibu meredupkan karir bernyanyi hingg menyulitkan ekonimi keluarga, Rini harus menjaga tiga adik-adiknya, sang Bapak terpaksa menjual beragam perabotan demi menutupi kebutuhan keluarga, Tony yang rela mengesampingkan kepentingan pribadi, dan Ian yang berbicara bahasa isyarat.

Joko melakukan apa yang "selalu" di lupakan sineas horor tanah air, katakter. Padahal dengan pembangunan karakter yang solid mempengaruhi kepedulian penonton terhadap mereka dan berimbas pada pembangunan tensi. Kita diberikan penjabaran tentang penyebab kematian ibu, dan ada alasan lebih kongkret di balik teror yang di bawa sang ibu selain kurangnya iman pada tuhan. Dan harus di ingat juga, di balik sampul mengerikannya, Pengabdi Setan merupakan sebuah potret kekeluargaan. Keluarga di atas segalanya menjadi motor penggerak disini. Begitu ibu Mawarni meninggal dan kembali dengan segala teror, kadar kengeriannya berlipat ganda. Alih-alih melawan entitas jahat biasa, mereka dihadapkan pada sosok familiar juga simbol kenyamanan, yaitu ibu. Joko dengan cerdik meleburkan elemen horor dengan nilai kekeluargaan, hasilnya rentetan momen mencekam juga mengaduk-aduk emosi kerap terjadi, katakanlah "adegan sumur" atau keterlibatan kursi roda saat klimaks.

Di balik teror yang di berikan ibu, kengerian sesungguhnya dari Pengabdi Setan adalah setan bukan hanya menghantui lewat penampakan, tapi juga mempermainkan psikis manusia. Sama halnya dengan Ustad (Arswendy Bening Swara), ustad disini tak lebih hanya manusia biasa, berbeda dengan produk aslinya juga rilisan horor pada masa itu, menegaskan kekuatan dominan para ahli agama atas iblis (pembacaan ayat suci salah satu solusi paling ampuh). Juga tersimpan kritik substil nan relevan pula tepat sasaran bagi pengultusan pemuka agama di negeri ini.

Bagi saya pribadi Pengabdi Setan versi 2017 meeupakan horor terbaik dalam beberapa tahun terakhir. Kengeriannya berasal dari dua hal ; atmosfer mengusik serta penempatan jump scare yang efektif, setidaknya tidak melelahkan, terlebih mayoritas teror tersaji dalam suasana yang familiar, meski saya yakin Joko harus memutar otak supaya tiap momen berbeda satu sama lain. Sedari awal nuansa mengganggu bulu kuduk memnag telah menguar. Daya cekam yang telah berada di level sedang ketika kita di ajak menengok ibu di ranjang, perlahan tapi pasti terus di tinggkatkan Joko seiring bergulirnya durasi.
 

Walau semuanya memberi penampilan terbaik, Nazar Annuz dan Adhidayat Abdulkhadir selaku pelakon cilik paling mencuri perhatian. Keduanya bertingkah begitu baik, bertingkah dan bertutur dengan meyakinkan, baik dalam mengekspresi ketakutan ataupun menangani celutukan menggelitik yang sesekali menyegarkan suasana tanpa memunculkan masalah tone berkat ketepatan pembagian waktu. Bisa mencekam bisa melucu. Seperti karya nya yang lain, Joko banyak menyelipkan informasi terselubung yang memancing minat penonton tuk berdiskusi dan berdebat ria.

PENGABDI SETAN : 4/5
107 menit : dewasa
RIZALDI : 6 Oktober 2017

Sutradara : Joko Anwar
Penulis : Joko Anwar
Pemain : Tara Basro, Bront Paralae, Ayu Laksmi, Nazar Annuz, Adhidayat Abdulkhadir

Comments