STIP DAN PENSIL (2017)


Negeri ini belum terbebas dari kebodohan, buktinya kita masih mampu digiring dengan berbagai isu SARA dan pembodohan publik. Sudah lama uang dijadikan sebagai behala di negeri ini hingga timbul pola pemikiran yang lebih mendahulukan perut dari pada otak.
Dalam Stip & Pensil yang merupakan rilisan terbaru dari rumah produksi MD Pictures, barisan karakter penggerak roda cerita antara lain Toni (Ernest Prakasa), Bubu (Tatjana Saphira), Saras (Indah Permatasari), dan Aghi (Ardit Erwandha). Keempatnya merupakan siswa SMA yang mempunyai persoalan yang sama yaitu bullying dari siswa lainnya karena mereka berasal dari keluarga kaya raya yang melambangkan perbedaan status sosial mengajak kita merubah pola pikir dangkal tersebut.

Guliran cerita dimulai ketika mereka berjuma dengan ucok (Iqbal sinchan) seorang anak jalanan yang tinggal di daerah kumuh yang berdiri diatas tanah milik negara hingga akhirnya mereka mebdirikan sekolah darurat di daerah tempat tinggal Ucok yang awalnya hanya menang bacot dengan seorang murid sok jurnalis di sekolah mereka.
Banyak problematika yang coba disinggung oleh Joko melalui naskahnya,
Kesampingkan setting sekolahnya, terdapat realita gambaran masyarakat kita secara umum. Edwin (Rangga azof) dan teman-teman menganggap diri mereka paling benar dan menilai orang dari kulit luarnya saja, dan Ridcard (Aditya Alkatiri) seorang (sok) jurnalis yang seenak jidat membuat berita tanpa meninjau fakta (lumayan familiar), anak anak yang kurangnya pendidikan sedari dini.

Joko mencoba memancing jalannya nalar penonton dalam memandang sebuah kondisi. Membuat kita masyarakat merasakan rasanya berdiri diposisi yang salah, menelaah segala situasi yang selama ini kita pikir benar namun nyatanya salah.
Sejak dulu Joko anwar memang ahlinya membuat cocoklogi antara karakter dan konflik bahkan dalam porsi kecil sekalipun  masalah yang terjadi di negeri ini.
Sindirannya yang mengena plus kenjenakaan karakter kerap menyentil kelompok tertentu. 


Naskah gubahan Joko Anwar cukup cerdik merangkai humor playful berbasis absurditas situasi maupun tingkah karakter. Piawai pula sutradara Ardy Octaviand (3 Dara, Coklat Stroberi) membangun kelucuan, termasuk memaksimalkan penggunaan musik garapan Aghi Narottama seperti saat keempat protagonis berusaha meminta kembali kursi sekolah mereka dari pemilik warung yang diperankan Yati Surachman. Kesemua poin yang tersaji dalam Stip dan pensil bersinergi dengan sempurna membuatnya menjadi tontonan yang membuat para penonton ceria selepas keluar gedung bioskop.
Yang membuat kurang dari Stip dan pensil adalah Joko tak menawarkan proses memuaskan menuju konklusi beberapa problem utama, hanya berakhir dengan gambaran ideal masyarakat tanpa memberi pemecahan masalah. Proses pemahaman warganya ditiadakan dan langsung melompat ke konklusi yang membuat pelompatan alur yang luar biasa kasar. Jika itu bentuk kesengajaan selaku sindiran ("mereka protes karena terlanjur menutup mata dan menolak memahami") terhadap sikap warga antara pra dan pasca relokasi, maka kelemahan terletak pada kurang mampunya sutradara merangkai 2 momen tersebut dengab tepat.
Ubahlah cara pandang dan pikirmu, tidak semua yang kamu lakukan benar dan yang orang lakukan salah. Tak ada salahnya berhenti sejenak dan memahami apa yang sedang terjadi, bukan langsung menilai benar dan salahnya sesuatu. Maknai lah kehidupan dengan lebih baik agar hidup lebih bermakna.

Rating :3,5 / 5

Comments